Cara menghadapi orang tua yang suka membanding-bandingkan anak
Nah, ini mungkin jadi hal yang pengen banget kamu tau dari awal membaca artikel ini. Gimana ya caranya menghadapi orang tua yang seperti ini?
Aku rasa gak mudah sih. Aku dulu juga cuma bisa diem aja, gak tau harus gimana. Yaaa menikmati masa-masa aku dibanding-bandingin. Tapi aku sadar, itu gak sehat banget.
Kamu bisa nyoba beberapa hal di bawah ini, biar kamu bisa tetep semangat meskipun terus-terusan dibanding-bandingin.
Hai, Perseners! Kenalin aku Nida, associate writer Satu Persen.
Gak terasa tahun 2020, udah hampir habis, nih! Gimana kabarmu di penghujung tahun ini? Meskipun tahun ini terasa berat, aku harap kita bisa menutup tahun 2020 dengan bahagia ya!
Oh iya, kalau ngeliat judul ini, aku pengen tau dong. Kamu pernah ngalamin gak? Orang tua ngebandingin kamu sama temenmu, atau anak temen orang tuamu?
Lagi-lagi, judul ini relate sama apa yang pernah aku rasain. Aku jadi inget ceritaku jaman sekolah dulu. Pas SMP aku satu sekolah sama sepupuku. Kelas 1 dan kelas 2, kami gak sekelas. Tapi, di kelas 3 kami sekelas. Dari awal tau sekelas, aku udah gak seneng sih. Soalnya aku tau, dia pinter dan aku pas-pasan, hahaha.
Ternyata bener, di tengah-tengah semester pertama, ada pembagian rapor di sekolah. Aku termasuk siswa yang orang tuanya dipanggil karna hasilnya gak memuaskan, kalau gak salah ada 3 mata pelajaran yang remedial.
Dan kalian tau? Sepupuku ranking 1 di kelas. Yang bikin kesel adalah guru-guru juga tau kalau kami sepupu-an.
Huwaaa, aku yakin kalian tau deh selanjutnya gimana. Mulai dari ayah yang dateng ke sekolah, guru-guru yang berkali-kali ngomongin bedanya aku dan sepupu, sampe ke acara keluarga tetep aja aku dibanding-bandingin. Yaaa, rasanya bete banget sih.
Kalian pernah ngerasain juga gak?
Nah, tulisanku kali ini, aku pengen ngebahas, kenapa sih orang tua suka banget ngebanding-bandingin anaknya? Terus gimana ya caranya kita ngadepin orang tua yang hobi ngebandingin anaknya?
Setiap perilaku pasti ada alasannya. Begitu pula dengan orang tua yang hobi banget ngebandingin anaknya dengan orang lain. Mungkin kita perlu tau dulu nih, sebenernya apa sih alasan orang tua ngebandingin kita dengan orang lain? Tujuannya apa?
Atur target dirimu!
Biasanya, orang tua membanding-bandingkan dirimu karena adanya standar dari lingkungan sekitar. Jadikan standar itu sebagai pilihanmu aja, jangan sampai standar dari orang lain mempengaruhi target dirimu sendiri. Karna kamu akan kesulitan untuk memenuhi standar orang lain.
Untuk itu, tetapkan dan aturlah target sesuai dengan kemampuanmu. Cuma kamu yang tau, seberapa jauh kamu mampu untuk mencapai targetmu itu.
Tunjukin kemampuanmu!
Ini yang terpenting, jangan sampe karna orang tua sering ngebandingin kamu dengan orang lain, kamu jadi gak semangat dan gak punya motivasi untuk melakukan hal-hal lainnya.
Sayang waktu dan energi yang kamu punya, kalau kamu malah ngerasa gak semangat karna ini.
Waktu dan energi ini akan lebih bermanfaat kalau kamu gunakan untuk membuktikan kamu lebih mampu, atau setidaknya membuktikan kalau kamu mampu di bidang lainnya.
Karna sebenarnya, setiap anak punya kemampuan yang berbeda-beda. Mungkin kamu perlu memberikan bukti kepada orang tua, kalau kamu dan anak lain punya hal yang beda. Kalau kamu belum tahu apa kelebihan dan kekuatanmu, kamu bisa mencoba tes super power check.
Minta dukungan dari orang tua
Mungkin anak tetangga, anak bu RT, atau sepupu kita dapat dukungan full dari orang tuanya. Dukungan secara fasilitas dapat, ditambah dukungan mental.
Kamu bisa ngobrol sama orang tua untuk meminta dukungan dari mereka, khususnya dukungan secara mental. Karna kamu gak cuma butuh “contoh” yang diberikan dengan cara membandingkan kamu dengan orang lain, ya kan?
Kenapa orang tua membandingkan anaknya dengan orang lain?
Sebenernya, kebiasaan membanding-bandingkan ini adalah insting dasar manusia loh, Perseners!
Aku yakin, kamu juga sering banget kan membandingkan sesuatu, gak harus membandingkan diri dengan orang lain aja. Sesimpel ngebandingin cara makan bubur ayam, diaduk atau gak. Iya gak? Orang-orang ngebandingin dua hal ini sampe berantem.
Sama kayak orang tua. Kebiasaan orang tua membandingkan anaknya dengan orang lain, juga berasal dari insting dasarnya sebagai manusia.
Membandingkan adalah cara berpikir rasional manusia untuk mengetahui dan membedakan mana yang baik dan yang jahat, suka atau gak, dan hal ini biasanya terjadi tanpa kita sadari.
Jadi udah kayak hal biasa aja sih, kalau ngeliat dua hal yang sama atau mirip, kita langsung nyari bedanya dan ngebandingin mana nih yang lebih baik atau lebih bagus.
Tahan dirimu untuk melawan orang tua
Emang sih rasanya nyebelin banget, pas orang tua ngebandingin kita dengan orang lain. Pasti kadang kamu juga udah ngerasa gak tahan, dan pengen banget ngejawab omongan orang tua.
Tapi, sebenarnya akan lebih baik kalau kamu bisa menahan dirimu. Alih-alih kamu ngebuang tenaga buat marah sama orang tua-mu, akan lebih baik kalau kamu mencoba untuk menerima, kalau mungkin di beberapa aspek orang itu memang lebih baik dari kamu.
Kamu juga bisa mengatakannya ke orang tua kalau, memang kamu gak sebaik dia, tapi kamu akan berusaha untuk memberikan yang terbaik. Jangan lupa untuk meminta dukungan dari orang tua.
Perlu kamu inget, kalau hal terpenting dari sebuah hubungan adalah komunikasi. Jadi, kamu tetep harus berkomunikasi sama orang tua, terkait apa yang kamu rasain pas mereka ngebandingin kamu dengan orang lain. Kalau kamu gak ngomong ke orang tua, mereka pasti gak akan tau kalau kamu gak nyaman dengan perilaku mereka.
Emang gak mudah biasanya buat bikin orang tua paham sama apa yang kita rasain, tapi siapa tau orang tua bisa luluh ketika kita bener-bener tulus ngomong ke mereka.
Nah, Perseners, ada satu hal lagi nih, memang setiap hal itu ada batasnya. Sama seperti kita, seorang anak, yang mungkin udah ngerasa capek banget ngadepin orang tua yang suka ngebanding-bandingin.
Kalau kamu membutuhkan tempat cerita, atau ingin mendapatkan pandangan yang lain terkait hal ini kamu bisa menggunakan layanan Mentoring dari Satu Persen.
Semoga tulisanku kali ini bisa bermanfaat dan membantu kamu bertumbuh setidaknya Satu Persen setiap harinya. Aku Nida, sampai ketemu di tulisan berikutnya. Thank you!
Lopez, R. Why do parents often compare children?. Retrieved on Dec 23, 2020 from https://steemit.com/edu-venezuela/@guada1/whydoparentsoftencomparechildren-h8vz87jzom
Raj, V. How To Cope With Parents Who Compare?. Retrieved on Dec 23, 2020 from http://yourdost.com/blog/2017/05/how-to-cope-with-parents-who-compare.html?q=/blog/2017/05/how-to-cope-with-parents-who-compare.html&
1. "Ya ampun, apakah kamu lupa bahwa aku ada di dunia ini?"
2. "Sepertinya kamu sering kali melupakan betapa pentingnya arti keluarga."
3. "Aku harap aku juga bisa melupakanmu seperti kamu melupakan tanggung jawabmu padaku."
4. "Ingin sekali aku tahu apa yang membuatmu lupa akan perasaanku seorang ibu/ayah."
5. "Sangat lucu bagaimana kamu bisa mengingat semua hal untukmu sendiri, tapi mengabaikan aku."
6. "Apakah kamu tahu, setiap kali kamu melupakanku, itu menyakitkan hatiku?"
7. "Aku merasa diabaikan dan tidak berarti saat kamu terus mengabaikanku."
8. "Orang tua tidak pernah terlupakan, kecuali ketika anak-anaknya melupakan mereka."
9. "Jangan pernah lupa bahwa kamu adalah warisan terbaik yang pernah aku miliki, tetapi juga yang paling sering aku dilupakan."
10. "Dulu aku berharap kamu akan selalu mengingat betapa besar rasa cintaku kepadamu, tapi sepertinya harapan itu terlalu banyak."
11. "Kamu mungkin lupa akan hal-hal kecil dalam hidupmu, tapi sayangnya aku tidak bisa melupakan perasaan kecewaku terhadapmu."
12. "Aku tahu kamu sibuk, tapi jangan biarkan kesibukanmu membuatmu melupakan orang yang selalu ada untukmu."
13. "Dalam kehidupan ini, satu-satunya orang yang seharusnya kamu lupakan adalah aku, bukan sebaliknya."
14. "Sekali-kali ingin rasanya kamu merasakan betapa sakitnya rasa kecewa seorang orang tua."
15. "Bagaimana mungkin kamu lupa? Aku harap kamu tidak lupa bagaimana aku membawa kamu dalam rahimku selama sembilan bulan penuh."
16. "Kamu mungkin lupa, tapi aku tidak akan pernah melupakan semua pengorbananku untukmu."
17. "Kamu berhutang padaku dengan rasa sayang dan perhatian yang selalu aku berikan, jadi jangan lupa membayar hutangmu itu."
18. "Ketika kamu lupa, aku merasa hancur karena kamu melupakan betapa berharganya aku sebagai orang tuamu."
19. "Jangan pernah lupakan bahwa kecewa adalah harga yang harus kamu bayar atas lupa dan ketidakperdulianmu."
20. "Ingin rasanya aku bisa menghapus semua kenangan indah yang pernah kita bagikan, seperti kamu menghapus kenangan tentang tanggung jawabmu."
21. "Setiap kali kamu melupakanku, aku merasa seperti sekeping puzzle yang hilang."
22. "Aku bahkan tidak tahu apakah kamu masih mengingat betapa berharganya aku sebagai orang tua."
23. "Kamu mungkin menganggap lupa sebagai hal yang sepele, tapi untukku itu adalah pukulan kecil yang menusuk hati."
24. "Apakah kamu sengaja melupakan aku, ataukah aku memang tidak cukup berarti untukmu?"
25. "Jika kamu terus melupakanku, perasaan kecewa ini akan menjadi tumpukan batu yang tidak pernah reda."
26. "Orang tua memang tidak bisa mengatur ingatan anak-anaknya, tapi kita berharap kamu bisa mengatur tanggung jawabmu."
27. "Setiap kamu melupakanku, aku merasa seperti bola yang dilempar dan ditinggalkan begitu saja."
28. "Ingin rasanya aku bisa menghilang seperti apa yang kamu lakukan saat melupakan tanggung jawabmu terhadapku."
29. "Kamu mungkin lupa, tapi aku harus menghadapi rasa kecewa ini setiap hari."
30. "Andaikan kamu ingat bahwa orang tua adalah tempat berlindungmu, bukanlah tempat yang bisa kamu lupakan begitu saja."
Harga, Rendah ke Tinggi
Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan ada perubahan dramatis terjadi pada Pemilu 2024. Cak Imin membandingkan kondisi politik era Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu disampaikan Cak Imin saat sambutan dalam Mukernas PKB di JCC, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2024). Mulanya, Cak Imin berbicara terkait jatuhnya Soeharto saat mengangkat anaknya, Siti Hardijanti Hastuti Rukmana atau Tutut, sebagai Menteri Sosial (Mensos).
"Di dalam negeri, kita mengalami satu perubahan yang dramatis. Dulu kita tidak pernah membayangkan, Pak Harto yang sekuat itu saja, baru ngangkat Bu Tutut jadi Mensos, sudah jatuh," kata Cak Imin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua DPR itu lantas membandingkan kejadian tersebut dengan dinamika politik saat ini. Cak Imin mengatakan peristiwa pada era Soeharto berbanding terbalik dengan era Jokowi.
"Hari ini Pak Jokowi bisa menjadikan anaknya presiden dan aman-aman saja," kata Cak Imin, yang langsung dikoreksi oleh peserta Mukernas yang hadir.
"Apa, jadi apa? Wakil Presiden, tadi aku ngomong apa? Wakil Presiden aman-aman saja," sambungnya.
Meski begitu, Cak Imin mengaku tetap bersyukur dengan situasi yang ada di Indonesia saat ini. Cak Imin mengatakan saat ini Indonesia masih tetap aman dan bersatu.
"Kita tidak pernah juga membayangkan bagaimana konstelasi politik nasional kita, fondasi-fondasi kekuatan tetap bisa kita jaga, ini karena kekuatan masyarakat, seluruh kekuatan politik bangsa ini terus bersatu, adil, komitmen kebangsaan yang kokoh dan kuat," ujarnya.
"Oleh karena itu, potensi perpecahan harus diantisipasi, potensi kerawanan harus kita hadapi, dan PKB harus jadi penguat ideologi kebangsaan yang kokoh," imbuh dia.
Saksikan Live DetikPagi:
Simak Video 'PKB soal Usung Kaesang di Jateng: Kalau Umurnya Oke, Bisa Ditimbang':
[Gambas:Video 20detik]
Terus, apa ya tujuannya orang tua membandingkan anaknya dengan orang lain?
Oke, selain sebagai insting dasar manusia, biasanya orang tua juga punya tujuan ngebandingin kamu dengan orang lain.
Salah satunya adalah biar kamu punya “contoh” yang bisa kamu tiru, terus bikin kamu berubah jadi lebih baik.
“Tuh, coba liat si A. Tiap hari dia belajar, gak perlu disuruh sama mamanya. Coba kamu kayak dia”
“Kamu main terus sih, liat tuh anak bu RT, nilainya bagus-bagus karna dia gak pernah main keluar”
Sering denger kan, Perseners?
Iya, jadi emang tujuan orang tua tuh sebenernya ngasih “contoh” ke anaknya melalui orang-orang sekitarnya.
Tapi, kalau kamu ngerasanya gimana?
Pas orang tua ngebandingin kamu dengan anak tetangga, misalnya. Kamu ngerasa jadi pengen ngecontoh anak itu gak sih? Atau malah kamu jadi gak nyaman dengan cara orang tuamu ini?
Iya, kalau berdasarkan ceritaku di atas. Jujur aku sama sekali gak pengen nyontoh sepupuku sih.
Aku malah ngerasa gak nyaman. Gak nyaman sama guru di kelas yang akhirnya nyuruh aku duduk bareng sepupuku, terus gak nyaman juga pas ketemu keluarga besar. Pasti deh dibahas.
Meskipun membanding-bandingkan ini adalah sesuatu yang normal, tapi dampak yang dirasakan oleh anak ternyata gak baik loh, Perseners.
Jarang sekali, ada anak yang jadi terpacu atau termotivasi setelah orang tuanya ngasih “contoh” dengan membandingkan anaknya sama orang lain.
Biasanya yang dirasain sama anak tuh malah jadi gak percaya sama kemampuannya, ngerasa cemburu atau iri dengan orang lain, sampe ngebuat hubungan anak dan orang tua jadi gak sehat.
Jadi aku harap, pas kita jadi orang tua nanti, kita bisa mengontrol kebiasaan membanding-bandingkan ini ya, Perseners!
Baca juga: Membandingkan Diri: Perilaku Toxic yang Perlu Dihentikan